Annubala ID – Zaman semakin canggih, kemajuan sains dan teknologi telah menjadi penggerak dominan peradaban manusia. Cara manusia hidup mulai dari berkomunikasi, makan-minum, berbelanja, mencari tempat tinggal, bahkan seremeh toilet.
Semua bisa dilakukan dengan mudah berkat teknologi. Bulan dahulu terkesan sangat jauh dan tidak terjamah. Namun, kini bulan sedang dikembangkan sedemikian rupa agar umat manusia bisa tinggal di sana. Dulu wabah dianggap turun karena murka Tuhan, sekarang? Amerika saja mulai bisa merintis Wabah.
Lantas, jika kita semua bisa melakukan apapun, masihkah agama itu relevan? Semua sudah berubah berkat sains dan teknologi, “Homo Deus” atau manusia itu dewa. Begitu sekiranya buku karya Harari yang menjadi best seller dan menyihir para pembacanya.
Prakara ini menyebabkan adanya pertanyaan yang mewabah pada masyarakat modern tentang keberadaan tuhan. Masyarakat menjadi ragu tentang kekuasaan tuhan yang sebenarnya. Akibat dari keraguan tersebut, manusia mulai terlepas dari Tuhan.
Baca juga: [Puisi] Apa Kabar
Mereka menjadi masyarakat yang anti terhadap Agama. Bagaimana tidak? Semua hal sudah dapat dijelaskan dengan teori, semua hal yang terjadi memiliki hukum yang bisa dirumuskan. Tidak ada tempat lagi untuk ajaran Tuhan yang mengisinya. Agama sudah sangat asing di era modern sekarang.
Di tengah ramainya perdebatan antara agama dan sains, buku ini hadir sebagai penjelas, pengeritik tegas, dan bahkan mengajak pembaca untuk mencari jalan kebenaran dari dua persimpangan permasalahan tersebut.
Buku ini kecil, hanya 172 halaman. Begitu sekiranya kata pengantar editor di awal bab. Namun saya setuju perkataan editor, buku ini memang tergolong kecil untuk esai ilmiah yang bahasannya njelimet dan intelek sekali.
Hanya buku kecil kumpulan esai, covernya saja terlihat simple, dan halamannya tidak lebih 175 halaman (lebih sedikit daripada halaman novel romantis yang dielu-elukan remaja sekarang). Buku ini berisi kumpulan esai pendek karya Haidar Bagir (HB) dan Ulil Abshar Abdalla (UAA).
Baca juga: Hakikat Merdeka dalam Sejarah Panjang Umat Manusia
HB dan UAA adalah pemikir hebat. Satunya seorang pembaca rakus, penulis dan filsuf. Satunya adalah seorang aktivis muslim yang giat terlibat dalam dialog antar umat beragama. Keduanya pemikir hebat.
Dalam buku ini kalian akan tercerahkan dan mengerti bahwa agama tidak bisa sekali-kali dipisahkan dari sains. Bahwa agama juga berkontribusi besar pada sains. Dengan argumen yang kuat, lugas dan berbobot, penulis berhasil mengajak pembaca berpikir matang tentang permasalahan antara agama dan sains di era modern ini.
Menariknya, melalui buku ini, penulis sering sekali mengeritik tegas tentang kepongahan saintis dan para pengikutnya. Bahkan jika boleh saya asumsikan pribadi, seluruh esai di dalam buku ini berisi sindiran halus nan-tajam kepada para radikal sains yang anti terhadap hal-hal imajinatif, tidak empiris seperti agama dan filsafat. Sebut saja Hawking, Harari, dan Dawkins serta para saintis lain yang mempopulerkan wabah New Atheist pada masyarakat modern.
Salah satu kritik Haidar Bagir yang halus namun tajam termaktub pada halaman 52. Dia mengatakan:
“Dawkins dan Harari sudah tentu orang-orang cerdas. Pun amat resourceful, yang satu ahli biologi dan yang satu ahli sejarah. Persamaan keduanya adalah kemampuannya menulis yang bisa menyihir pembacanya. Begitu menyihir hingga tidak Nampak lubang-lubang menganga dalam pemikiran mereka.”
Baca juga: Mitos Drakula dalam Kacamata Islam
Namun, apakah buku ini melulu mengeritik saintis saja? Tidak. Penulis juga mengeritik pedas kaum muslim yang pemalas dan suka mengafirkan orang yang berbeda paham. Dalam buku ini dijelaskan juga mengapa kaum muslim bisa bersikap anti pembaharuan, padahal jelas sekali peradaban muslim dahulu sangatlah agung dan megah.
Apiknya lagi penulis menguraikan segala hal tersebut dengan empiris, namun dibungkus dengan narasi yang cukup ringan. Sehingga tidak kehilangan argumen-argumen yang penting.
Dari segala apiknya tulisan HB dan UAA tentu tulisan mereka juga memiliki celah dan kekurangan. Tak ada gading yang tak retak, tak ada jarum yang tak patah. Begitu juga kumpulan esai berbobot ini yang memiliki beberapa kekurangan yang cukup terlihat.
Pertama, penulis menggunakan banyak sekali kata-kata yang tidak populer dan dengan istilah-istilah akademik yang mengharuskan bagi sebagian orang bolak-balik menengok kamus. Penggunaan kata yang sulit itu sangat bertebaran di setiap esai HB. Lain halnya pada esainya UAA yang menggunakan bahasa yang lebih mudah dan kekinian.
Baca juga: Say Yes to Istiqomah: Konsistensi dalam Iman dan Amal
Saya sempat tertipu saat membaca ulasan buku ini yang mengatakan bahwa buku ini menyuguhkan isu-isu sains dan agama dengan bahasa yang ringan. Karena berangkat dari pengalaman pribadi. Buku ini tidak bisa langsung dikatakan yang menggunakan bahasa populer dan ringan.
Mungkin bagi pembaca rakus di luar sana, buku ini menggunakan bahasa yang sudah sangat mudah. Namun bagi pembaca fakir seperti saya, tentu pemilihan kata pada buku ini mengharuskan saya membaca dua kali dan menengok kamus berkali-kali. Tak jarang saya menjadi sakit kepala karena pembahasan yang begitu rumit dan berputar-putar.
Selain segi bahasa dan pemilihan kata, pada kumpulan esai HB dan UAA ini sangat disayangkan tidak menawarkan langkah dan solusi aplikatif, yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk menjadi pemeluk agama yang moderat.
Jika saya boleh katakan, kumpulan esai mereka lebih mengarah kepada penjelasan mengenai permasalahan hubungan Sains dan Islam, serta kritik tegas terhadap kaum radikal Sains dan radikal Islam yang menyombongkan diri dari apa yang mereka miliki.
Mungkin jika HB dan UAA merekomendasikan langkah aplikatif bagaimana cara menjadi muslim yang moderat, pastinya buku ini akan sangat luar biasa.
Baca juga: Download Buku Ilmu Hadits Praktis – Dr. Mahmud Thahan
Pada akhirnya, buku ini memang memiliki beberapa kekurangan, namun tetap buku ini adalah buku yang sangat layak dibaca. Kumpulan esai HB dan UAA berhasil membongkar anggapan keliru bahwa sains dan agama adalah dua hal yang tabu untuk digabungkan. Sekaligus menegaskan kontribusi vital agama dalam peradaban modern. Khususnya dalam ranah moral, spiritualitas, dan epistemologi.
Dengan demikian, buku ini tentu sangat layak menjadi bahan refleksi, terutama bagi mereka yang terjebak dalam dikotomi “Sains vs Agama”.
“Iman itu bukan lawan dari pengetahuan. Karena Itu, jangan pertentangkan agama” Ulil Abshar Abdala.
Penulis: Shakila Jingga Zahra (Mahasiswa S1 Jurnalistik, memiliki minat pada kajian Islam, Sejarah, Karya Sastra Eksentrik, Puisi, dan Komik)
Spesifikasi Buku
Judul Buku: Sains “Religius” Agama “Saintifik”: Dua Jalan Mencari Kebenaran
Penulis: Haidar Bagir & Ulil Abshar Abdalla
Tahun Terbit: 2020
Cetakan: Cetakan Pertama (Cet. 1)
Penerbit: PT Mizan Pustaka, Bandung
Jumlah Halaman: 172 halaman

Website Keislaman | Komunitas & Kajian Kepenulisan