Annubala ID – Keindahan dan kekayaan ilmu Al-Qur’an bukan hanya terletak pada seni membaca atau qira’ah semata, melainkan juga pada kedalaman ilmu yang melingkupinya. Hal inilah yang secara nyata tergambar dalam sosok Prof. Dr. H. Said Agil Husin Al-Munawwar, seorang ulama yang dikenal luas sebagai pakar dalam bidang ulumul hadits, fiqh-ushul fiqh. Serta maqam-maqam (langgam) dalam membaca Al-Qur’an.
Beliau bukan hanya menampilkan kemahiran dalam seni bacaan, tetapi juga memperlihatkan penguasaan keilmuan yang sangat mendalam terhadap aspek-aspek keagamaan yang berkaitan erat dengan Al-Qur’an.
Pengalaman beliau sebagai qari’ yang sudah dimulai sejak usia lima tahun menegaskan dedikasi dan kecintaan yang luar biasa terhadap Al-Qur’an. Dengan prinsip belajar secara talaqqi wal musyafahah—yakni bertatap muka langsung dengan guru. Beliau menekankan pentingnya metode pembelajaran yang benar agar tidak terjadi kesalahan dalam membaca Al-Qur’an.
Baca juga: [Puisi] Esensi Hidup dalam Naungan Pancasila
Selain hafalan yang cepat, perhatian terhadap tajwid dan makhrajul huruf juga menjadi hal yang tidak bisa ditawar. Karena kesempurnaan bacaan merupakan wujud penghormatan terhadap kalam Allah.
Lebih dari sekadar penguasaan bacaan, Prof. Said Agil mengajarkan bahwa sanad—rantai periwayatan keilmuan—merupakan fondasi utama dalam setiap disiplin ilmu, termasuk ilmu Al-Qur’an. Hal ini mengingatkan pada konsep Al-Qari’ al-‘Alim, yaitu qari’ yang tidak hanya menghafal Al-Qur’an.
Tetapi juga menguasai tafsir, hadits, fiqh, dan ilmu-ilmu pendukung lainnya. Sehingga dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif dan mendalam kepada umat.
Kehadiran beliau dalam berbagai forum keilmuan, seperti acara Multaqa Ulama Al-Qur’an Nusantara. Juga memperlihatkan bagaimana ilmu Al-Qur’an terus hidup dan berkembang. Dalam kesempatan tersebut, Prof. Said Agil menampilkan bacaan qira’ah dengan berbagai variasi langgam yang tidak hanya memukau secara artistik, namun juga sarat makna dan kekayaan spiritual. Hal ini menegaskan bahwa seni membaca Al-Qur’an dan keilmuan agama tidak dapat dipisahkan, melainkan harus berjalan beriringan.
Baca juga: Wali Perempuan dari Tanah Jawa: Kisah Heroik Nyi Ageng Serang
Bagi para santri dan generasi muda, teladan Prof. Said Agil menjadi pengingat agar tidak pernah berpuas diri hanya dengan menghafal atau membaca Al-Qur’an secara mekanis. Melainkan harus terus menambah wawasan keagamaan dan keilmuan yang berkaitan.
Sebagai bagian dari penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Al-Qur’an secara utuh. Karena ilmu Al-Qur’an adalah lautan yang tak pernah habis yang terus mengalir dan mengisi jiwa meskipun jasad telah melewati batas usia.
Refleksi ini menjadi panggilan bagi seluruh komunitas santri di Nusantara untuk menguatkan semangat belajar, menjaga tradisi pembelajaran yang benar. Serta menjadikan Al-Qur’an sebagai cahaya penuntun yang hidup dalam setiap aspek kehidupan.
Sebagaimana kata Prof. Said Agil, keilmuan Al-Qur’an adalah harta yang harus dijaga, dihayati. Juga diwariskan dengan penuh tanggung jawab demi kemajuan umat dan kebangkitan peradaban Islam.
Penulis: Syarafina Az dalam acara Multaqa Nusantara di Yogyakarta
Baca juga: Ali bin Abi Thalib: Jejak Kecerdasan Sang Pintu Ilmu
