Annubala ID – Pendidikan merupakan aspek fundamental dalam peradaban sebuah bangsa. Dalam upaya memperkuat aspeknya, kesejahteraan guru menjadi persoalan krusial yang selalu diabaikan. Sejarah dari berbagai peradaban dunia di masa lampau mencatat bahwa keberadaan guru sebagai pakar dari suatu ilmu pengetahuan adalah pondasi dalam upaya mencerdaskan kehidupan masyarakat.
Salah satu cerita yang paling melegenda adalah tentang Kaisar Hirohito. Saat hancurnya kota Nagasaki dan Hiroshima akibat kekalahan Jepang pada perang dunia ke II, hal pertama yang ditanyakan adalah jumlah guru yang tersisa. Sebuah pertanyaan yang mengejutkan banyak pihak saat itu. Sang kaisar akhirnya menjelaskan bahwa kemajuan suatu bangsa akan sangat bergantung pada guru pada sektor pendidikan.
Sejarah ini begitu fenomenal, sehingga Jepang bangkit dan mengalami kemajuan yang pesat berkat komitmen terhadap berbagai aspek pendidikan. Hal ini tentu telah menginspirasi banyak negara di berbagai belahan dunia agar memprioritaskan pendidikan untuk masyarakatnya.
Finlandia misalnya, negara ini telah lama dipuji sebagai salah satu negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Guru di negara tersebut sangat didukung penuh oleh pemerintah. Mulai dari gaji kompetitif, keterlibatan membentuk kurikulum, sampai mengatur kedekatannya dengan siswa.
Baca juga: [Puisi] Jamaah
Semua itu telah membawa negara yang merupakan bangsa nordik itu menjadi masyarakat yang terdidik dengan sangat baik. Lalu, bagaimana dengan Indonesia?
Sejauh ini, bangsa Indonesia tertinggal jauh dalam aspek pendidikan. Pada tahun 2023, Indonesia menempati posisi 67 dari 209 negara. hal ini dihitung dari tingkat pendaftaran anak usia dini, penyelesaian sekolah dasar dan menengah, sampai lulusan SMA dan perguruan tinggi.
Selain itu, rasio guru berkualitas yang rendah juga menjadi salah satu penyebabnya. Banyak sekali guru yang sebenarnya tidak layak mengajar. Hal ini bermuara pada hasil peserta didik yang jauh dari kebutuhan kompetensi yang dibutuhkan zaman.
Rendahnya kualitas guru bukan hanya dari kacaunya sistem meritokrasi yang sedang berlangsung. Kondisi kesejahteraan mereka pada umumnya tidak pernah diperhatikan melalui kebijakan yang konkret.
Apalagi beberapa hari terakhir, sebuah narasi menyatakan sebuah kesan kalau kenaikan gaji guru merupakan beban untuk keuangan negara. Hal ini tentu sangat kontradiktif, dimana negara yang begitu kaya akan sumber daya alam ini masih perhitungan tentang profesi yang memikul beban peradaban bangsa.
Indonesia sendiri memang memiliki sejarah yang panjang tentang agama dan spiritualitas yang begitu lekat dengan hidup masyarakatnya. Selalu bergandengan tangan di tengah ajaran yang berbeda, hal ini justru menjadi cerita yang indah di mata penduduk dunia.
Baca juga: Rahasia Komunikasi Al-Qur’an: Menyelami Ilmu Fawatih Suwar
Namun, terkadang keindahan ini malah jadi kesempatan para oknum. Berbagai profesi masyarakat yang banyak diberikan upah di bawah nilai seharusnya, selalu dikaitkan dengan janji surgawi, seperti mendoakan mendapat pahala. Cara berfikir ini mengalir sampai tingkat terpencil, sehingga impian tentang kesejahteraan masih jauh dari yang diharapkan.
Maka dari itu, keberatan pemerintah untuk menaikan gaji guru akan sangat menimbulkan efek yang sangat negatif. Para guru akan sangat rentan untuk mencari sumber penghasilan lainnya, dimana hal ini akan sangat memecahkan fokus dalam tugasnya melakukan pengajaran.
Dampaknya, para peserta didik bisa saja mendapatkan pembelajaran yang hanya sekeder formalitas tugas. Guru tidak lagi membangun rasa dan makna dalam setiap proses pembelajaran berlangsung.
Harus semua pihak ingat, bahwa tujuan adanya kehidupan bernegara salah satunya adalah untuk mencerdaskan masyarakatnya. Apabila persoalan kesejahteraan tidak bisa dipandang serius dan selalu dalam dimensi yang tabu, maka sejatinya para pemangku kebijakan sudah menyimpang dari tujuan utama dari hidup berbangsa dan bernegara.
Guru haruslah menjadi tonggak pengembangan sumber daya manusia. mereka perlu ditentramkan hati dan materinya, sehingga kinerjanya lebih optimal dalam membimbing setiap peserta didik.
Persoalan ini harus segera tuntas, mengingat impian besar tentang Indonesia emas 2045. Kesejahteraan guru merupakan gerbang terbaik untuk membangun pondasi peradaban bangsa yang lebih memukau di masa depan. Jika guru sejahtera, kemungkinan kinerja mendidiknya akan lebih optimal.
Hal ini tentu akan bermuara pada peningkatan kualitas peserta didik. Mereka mendapatkan ilmu dan keteladanan yang layak, membuat daya berfikir kritis dan kemampuannya menguasai berbagai bidang ilmu bisa semakin kompeten.
* Ditulis oleh Adam Nazar Yasin, penulis tetap Annubala ID.
Baca juga: Agri-Technopreneur Digital: Peluang Integrasi Seni dan Teknologi untuk Kemajuan Pertanian

Website Keislaman | Komunitas & Kajian Kepenulisan