Annubala ID Melanjutkan pada pembahasan sebelumnya, dimana kitab ini memiliki 3 fasal. Pertama yaitu fasal tentang pemaknaan najis. Kemudian fasal kedua tentang pembagian dan jenis najis. Adapun penjelasannya yaitu sebagai berikut.
Fasal Kedua: Jumlah dan Jenis Najis
Pada fasal kedua, penulis tidak akan membeberkan semua dari isi pembahasan Muallif, sebab pada fasal ini Muallif menjelaskan jumlah dan jenis najis secara panjang lebar dan sedikit membahas persoalan-persoalan najis yang berlaku di masyarakat umum.
Oleh karenanya, penulis hanya akan mengemukakan beberapa poin yang dianggap penting untuk diketahui bersama.
Di awal tulisan, penulis menyebutkan bahwa pada fasal kedua ini berjumlah 304 butir nadzam, tak heran bilamana pembahasannya pun akan panjang sekali. Pertama Muallif membagi jumlah najis ke dalam 22 macam.
Jumlah tersebut didapatkan berdasarkan hasil penelitian Muallif, bilamana ada pembaca mengetahui jumlah najis selain di atas baik kurang atau lebih. Maka hendaknya ia kurangkan atau tambahkan dari jumlah 22 tadi, sebab semuanya memiliki argumentasi masing-masing.
Selanjutnya KH. Abdurrohim menjelaskan satu persatu pembagian najis tersebut, di sini penulis hanya akan menyebutkan nama-nama najis tersebut serta beberapa penjelasan yang dirasa penting. Najis-najis tersebut di antaranya:
1) Semua air kencing; 2) Air madzi, indikatornya cair, bening, kental, dan keluarnya disaat syahwat tengah memuncak; 3) Air madi, cirinya cair, keruh, agak putih, dan kental.
4) Kotoran manusia atau hewan kecuali kotoran yang dimaafkan; 5) Anjing, di sini Muallif menerangkan keajaiban anjing, beliau mengatakan bahwa anjing itu tidak pernah menjilat darah orang Islam dan kotorannya mampu mengusir tikus; 6) Babi; 7) Keturunan anjing dan babi, kemudian Muallif mengulas sepuluh sifat terpuji yang dimiliki anjing (terlampir di dalam kitab).
Baca juga: [Puisi] AMANAT USANG
8) Mani Anjing dan Babi, artinya hewan yang selain kedua ini seperti kucing atau harimau air maninya dianggap suci; 9) Air luka yang sudah berubah kecuali air luka yang belum berubah hukumnya suci; 10) Darah bening berwarna semu merah atau nanah abu-abu; 11) Nanah berwarna agak semu hijau; 12) Air Empedu, yaitu air berwarna hitam atau kuning dan rasanya pahit. Sedangkan kantungnya hukumnya mutanajjis.
13) Benda cair yang memabukkan, seperti arak. Sementara benda padat yang memabukkan, seperti Opium atau Ganja, hukumnya tidak najis namun mengonsumsinya hukumnya haram; 14) Sesuatu yang keluar dari mulut melebihi batasan makhraj ha’ (ح), seperti muntah yang ada rasanya atau yang bentuknya masih utuh; 15) Air liur yang keluar dari dalam perut.
16) Air susu dari hewan yang haram dimakan dagingnya, seperti kucing, monyet. Adapun susu manusia hukumnya tetap suci meskipun haram memakan dagingnya; 17) Semua bangkai kecuali bangkai Manusia, Belalang, dan Ikan. Juga hewan yang disembelih tidak sesuai dengan tuntunan syara’.
Di sini Muallif menjelaskan panjang lebar kasus-kasus yang beredar di masyarakat, seperti status hewan yang di dua alam, status kuda laut, kepiting, belut, keong, kerang/kijing, ikan pindang, ikan teri, dan hukum mengonsumsi terasi.
18) Telur yang diambil dari bangkai hewan; 19) Darah kecuali Hati dan Limpa.
Di sini pula Muallif membahas panjang lebar kasus yang berkenaan dengan darah; 20) Makanan yang sudah dikunyah hewan; 21) Asap hasil pembakaran barang najis; 22) Racun hewan yang memiliki bisa, seperti Ular, Kelabang, atau Kalajengking. Adapun anggota hewan yang terputus dari tubuh disaat hidupnya hukumnya sama halnya dengan bangkai.
Fasal Ketiga: Pembagian Najis
Dalam fasal ketiga ini, penulis berasumsi Muallif belum sempat melanjutkan fasal ini secara sempurna. Sebab pembahasan yang diuraikan Muallif berhenti pada redaksi, “Seluruh najis terbagi menjadi empat bagian”. Setelah itu, redaksi ditutup dengan keterangan bahwa juz awal telah sempurna dan dilanjutkan pada juz kedua insyaAllah.
Kitab Risalah ini sebagaimana sesuai dengan maknanya yakni kitab berupa catatan yang membahas seputar najis merupakan kitab kecil yang unik namun luas maknanya, disusun dalam bentuk untaian puisi yang mudah dipahami bagi pembacanya.
Serta di dalamnya terselip semangat Muallif sampai beliau sendiri yang meneliti dan menelaah kasus-kasus najis yang selalu diperbincangkan oleh khalayak umum. Kitab yang ditulis oleh Muhammad Amin murid dari Asef Abdurrahman al-Khathath ini berkolofon pada tanggal 14 Muharram 1414 H atau 04 Juli 1993 M.
*Sumber Referensi: Hasil wawancara dan olah data penulis pada yang bersangkutan.
Baca juga: [Puisi] Tahun Baru Ala Santri
