Teknologi Agraris

Agri-Technopreneur Digital: Peluang Integrasi Seni dan Teknologi untuk Kemajuan Pertanian

Opini

Annubala ID – Negeri agraris disematkan kepada Indonesia atas melimpahnya sumber daya alam dari wilayah Sabang sampai Merauke. Masih ingatkah alasan utama Indonesia mengalami penjajahan oleh bangsa Eropa selama ratusan tahun?

Tentu karena hasil pertanian yang membuat Eropa ingin menguasai Indonesia di masa lalu. Tingginya permintaan beragam komoditas di Eropa disebabkan fase Dark Age, membuat para penjelajah Eropa mencari bagian bumi lain yang di dukung dengan selarasnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mereka.

Pada awal kedatangannya, bangsa Eropa bertujuan mencari sumber pasokan berbagai komoditas bahan pangan yang dibutuhkan. Namun secara perlahan, akhirnya bangsa eropa memutuskan ingin menguasai tanah Nusantara dengan melakukan penjajahan di bumi pertiwi sekaligus mewujudkan semboyan 3G (Gold, Glory dan Gospel).

Baca juga: Peran Modin bagi Masyarakat Jawa pada Bulan Ramadan

Dalam fase penjajahan itu, kelompok yang paling menderita adalah petani. Mereka memeras dan melakukan pemaksaan kepada para petani untuk tunduk pada pajak dan program tanam paksa. Apalagi, sejarah juga mencatat tentang porsi kerja tidak manusiawi, sehingga membuat hidup petani semakin menderita.

Secara tidak langsung, fakta sejarah ini yang membuat rekam jejak profesi petani dipandang sebagai profesi yang rendah. Dampaknya, visualisasi dan aura petani tidak menarik dan terlalu kuno untuk dijadikan profesi di masa depan, terutama oleh generasi muda Millenial dan Gen Z. Lantas, bagaimana derajat profesi yang mejaga kedaulatan pangan negera ini bisa naik?

Sejalan dengan kegemaran generasi muda terhadap teknologi dunia kreatif, kolaborasi dan integrasi sangat diperlukan demi meningkatnya derajat dan daya tarik sektor pertanian. Teknologi berbasis audio-visual sebenarnya menjadi unsur umum dari berbagai sub sektor dunia ekonomi kreatif.

Menurut Rochmat Aldy (2016), Ekonomi kreatif merupakan suatu konsep dalam upaya merealisasikan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan berbasis kreativitas. Pemanfaatan sumber dayanya bukan hanya terbarukan, tapi bahkan tidak memiliki batasan. Produk industri ini berbasis pada ide, gagasan, bakat atau talenta.

Baca juga: Doa dan Amal yang Menembus Alam Kubur: Inspirasi dari Seorang Tabi’in

Dunia industri kreatif memiliki peminat yang diisi oleh generasi millenial dan Gen Z. Hal tersebut karena profesi dalam industri kreatif memiliki modal yang sederhana dan mampu bertaut dengan hati. Roda industri ini juga yang identik dengan berkarir sesuai passion.

Dikutip dari Kemenparekraf.co.id,  subsektor industri kreatif terdiri dari  animasi,pengembangan permainan, arsitektur, desain interior, musik, seni rupa, desain produk, fashion, kuliner, film, animasi dan video, fotografi, desain komunikasi visual, televisi dan radio, kriya, periklanan, seni pertunjukan, penerbitan, dan aplikasi.

Hasil penelitian dari Cindy Valenci et.al (2019) telah menunjukan bahwa Industri kreatif menjadi salah satu sektor yang memberikan kontribusi tinggi untuk perekonomian nasional. Data statistik ekonomi kreatif Indonesia mengatakan bahwa sejak 2010 hingga 2015. Besaran PDB ekonomi kreatif mengalami kenaikan rata-rata 10,14% setiap tahunnya, yaitu dari Rp 525.96 triliun menjadi Rp 852.24 triliun.

Nilai ini memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional berkisar 7,38% sampai 7,66%, yang didominasi oleh tiga subsektor, yaitu kuliner dengan 41,69%, fashion 18,15%, dan kriya 15,70%. Tentu tidak heran tiga subsektor tersebut memiliki kontribusi teratas. Hal ini karena semuanya masuk dalam kategori kebutuhan primer. Lantas apa hubungannya dengan pertanian yang harus terintegrasi unsur audio-visual?

Memasuki dunia yang serba digital, peran unsur audio-visual sangat mampu mempengaruhi sudut pandang dan opini masyarakat. Memiliki kehidupan dalam dimensi demokrasi membuat popularitas seorang tokoh yang dipopulerkan oleh unsur audio-visual seperti populer melalui media sosial terkini dapat memberikan pengaruh dalam pola hidup sehari-hari, seperti yang dilakukan para influencer.

Menurut Irfan Maulana et.al (2020), Fenomena sosial media influencer yang sedang tren saat ini memberikan pengaruh yang besar terhadap pola konsumsi masyarakat. Gaya hidup yang lebih memperhatikan prestige membuat masyarakat terbawa oleh arus gaya kekinian yang dipopulerkan oleh para sosial media influencer.

Baca juga: Jangan Remehkan Basmalah dan Hamdalah! Ini Keutamaan Dahsyatnya

Tokoh Influencer saat ini seperti Deddy Corbuzier, Atta Halilintar, hingga Ria Ricis seringkali membagikan kegiatan dan pola hidup mereka sehari-hari untuk menjadi konsumsi publik. Selain itu, kegiatan endorsement atau promosi produk yang sering mereka lakukan mampu menambah daya jual produk hingga memperluas pemasaran sebuah produk.

Oleh karena itu, jika memang influencer dengan daya audio-visual dalam karya mereka mampu memberikan nilai tambah sebuah produk usaha. Lantas siapakah influencer dalam sektor pertanian? Rasanya sulit untuk kita menyematkannya pada siapapun.

Secara umum, belum ada Influencer muda yang menjadi tokoh dalam sektor pertanian. Mungkin banyak karya dari para influencer yang secara tidak langsung bercerita tentang kekayaan alam Indonesia, namun tidak mengorientasikan karyanya khusus untuk mempengaruhi sektor pertanian dan petani.

Oleh sebab itu, sebelum memikirkan bagaimana generasi muda saat ini memiliki ketertarikan menjadi penerus petani yang sudah menua saat ini. Maka berkolaborasi dengan ragam profesi lain yang memiliki pengaruh luas untuk masyarakat merupakan langkah rasional demi menarik minat berbagai kalangan untuk menjadikan petani sebagai profesi yang memiliki unsur seni.

Sebagai Negara yang masih membutuhkan terlahirnya para entreupreneur kreatif baru untuk menopang kekuatan perekonomian bangsa, sudah saatnya cakupan sebuah inovasi produk bukan hanya soal komersil barang dan jasa. Tetapi juga karya seni kreatif berbasis audio-visual harus mampu didukung dan menjadi objek dalam program unggulan pemerintah dan swasta.

Pertanian sebagai indentitas bangsa harus mampu dikemas secara kreatif dan memiliki nilai seni yang tinggi untuk menarik minat kalangan muda. Dengan begitu, seluruh potensi manusia dan alam Indonesia bisa optimal dan mampu menopang peradaban manusia yang lebih baik

Ditulis oleh: Adam Nazar Yasin

Daftar Pustaka

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *